Pagi di lereng Semeru selalu punya aroma yang sulit dijelaskan. Campuran kabut, kayu basah, dan sedikit bau kopi sachet yang direbus buru-buru. Risky, pendaki yang lebih sering berada di atas ketinggian daripada di kursi ruang tamu, duduk bersandar pada batu besar. Tangannya tidak menggenggam tongkat trekking, tapi ponsel. Layar kecil itu memantulkan cahaya biru pucat, menampilkan papan Mahjong Ways 2 yang sibuk berputar.
Dia bilang, ini kebiasaan aneh yang muncul sejak lama. Saat istirahat, ia bukan sibuk cek GPS atau baca peta, tapi mencoba “membaca pola” di layar. Dan hari itu, di ketinggian hampir 2.000 meter, ia mengaku menemukan sesuatu yang membuatnya tersenyum lebih lebar dari biasanya.
Bagi Risky, scatter hitam bukan sekadar simbol. Ia menyamakannya dengan tanda cuaca di gunung. Kalau di pendakian, awan tipis di puncak bisa berarti hujan sebentar lagi, maka di Mahjong Ways 2, scatter hitam berarti sesuatu akan terjadi. Mungkin besar, mungkin cuma angin lalu.
Kabut mulai menebal saat ia melihat scatter hitam muncul sekali, lalu kedua kalinya tak lama berselang. “Kayak ada yang nyentil,” katanya, sambil memindahkan posisi duduk agar sinyal tidak hilang. Di layar, denting-denting digital terdengar jelas meski suara burung dan desir angin masih mendominasi.
Pendaki biasa mencatat jalur, ketinggian, dan waktu tempuh. Tapi Risky mencatat hal lain: jam-jam yang terasa “ramah” di permainan. Ia tak pakai tabel rapi, hanya mengingat suasananya. Kadang sore setelah hujan, kadang pagi sebelum matahari muncul.
Hari itu, entah kebetulan atau memang waktunya pas, permainan berjalan seperti jalur menurun setelah puncak. Ringan, cepat, dan menyenangkan. Scatter hitam muncul lagi, lalu kombinasi yang menurutnya “terlalu rapi untuk disebut kebetulan”.
Ketika Risky menceritakan temuannya pada teman pendaki di tenda, reaksinya beragam. Ada yang mengangguk, ada yang tertawa. “Mana ada pola-pola begitu,” kata seorang temannya sambil mengaduk mie rebus. Tapi Risky bersikukuh, ada irama yang bisa diikuti. Sama seperti mendaki, kalau tahu kapan harus berhenti dan kapan melangkah cepat, hasilnya akan lebih enak.
Pola itu, katanya, bukan soal trik teknis. Lebih ke membaca suasana. Seperti membaca tanda-tanda sebelum kabut turun. Atau seperti tahu kapan harus mematikan kompor sebelum air meluap.
Bagi Risky, bermain di tengah pendakian bukan sekadar hiburan. Ada rasa menantang diri sendiri di dua medan berbeda. Satu medan fisik, satu lagi medan keberuntungan yang penuh teka-teki. Dan di keduanya, ia percaya satu hal: perasaan tak bisa dibohongi.
Saat turun dari Semeru sore itu, ia membawa dua cerita. Pertama, pemandangan puncak yang ia abadikan di kamera. Kedua, kombinasi kemenangan yang muncul di layar ponsel, diiringi scatter hitam yang seperti sengaja menunggu di balik kabut.