Pagi itu, langit kelabu seperti kertas lusuh yang lupa diganti. Hendra duduk di teras warung, kopi hitam mengepulkan aroma pahit, dan jemarinya sibuk di layar ponsel. Bukan chat kerjaan, bukan pula berita politik yang penuh debat tak berujung. Yang dia tatap adalah papan permainan penuh warna, suara denting digital sesekali pecah dari speaker kecil. Mahjong Ways 2.
Orang-orang di sekitar warung sudah terbiasa melihatnya begitu. Ada yang menganggap cuma hiburan, ada yang curiga itu semacam latihan strategi. Bagi Hendra, ini bukan sekadar pencet-pencet tombol. Dia menyebutnya membaca pola.
Kalau ada satu hal yang bikin mata Hendra terbelalak, itu scatter hitam. Simbol kecil yang munculnya tak tentu, tapi saat ia muncul, suasana mendadak berubah. Ada semacam tarikan napas kolektif, meski hanya Hendra yang memegang ponsel.
“Dia ini misterius,” katanya suatu sore, sambil mengetuk layar seolah memberi kode pada semesta. Scatter hitam baginya bukan sekadar lambang, tapi semacam tanda cuaca. Kadang datang berturut-turut, kadang lama menghilang seperti teman lama yang tiba-tiba sibuk.
Hendra punya istilah sendiri: momen gacor. Itu saat papan terasa longgar, kombinasi terasa bersahabat, dan entah kenapa jemarinya bergerak lebih percaya diri. Dia tidak bisa menjelaskan secara teknis. “Kalau lagi dapet, ya kerasa,” katanya singkat.
Beberapa temannya mencoba menirunya, tapi jarang berhasil. “Itu feeling, bukan sekadar hitung-hitungan,” Hendra menegaskan. Ia percaya, ada jam-jam tertentu ketika permainan lebih ramah. Mungkin sugesti, mungkin benar-benar ada pola tersembunyi. Yang jelas, ia selalu punya catatan kecil di saku, berisi waktu-waktu yang menurutnya “hangat”.
Di meja kopi itu, Hendra tidak pernah gamblang membocorkan polanya. Ia hanya memberi petunjuk samar, seperti guru tua yang menguji muridnya. “Jangan buru-buru, lihat dulu napas permainannya,” begitu katanya suatu malam saat hujan deras.
Beberapa kali, ia memulai dengan langkah pelan. Tidak semua layar disentuh cepat-cepat. Ada jeda, ada ritme, seperti orang menunggu irama musik sebelum ikut menari. Dan saat scatter hitam muncul, matanya berbinar. “Nah ini,” gumamnya, seperti menemukan potongan kunci yang hilang.
Bagi orang lain, yang dilakukan Hendra mungkin tampak seperti ritual. Kopi selalu di sisi kanan, kursi harus menghadap ke arah jalan, dan layar ponsel dibersihkan sebelum mulai. Dia bilang itu cuma kebiasaan, tapi nada suaranya terdengar seperti sedang menjaga sesuatu yang rapuh.
Di balik semua itu, mungkin memang ada kepercayaan bahwa keberuntungan bisa diundang. Bukan dengan mantra, tapi dengan disiplin kecil yang diulang setiap hari.
Kabar tentang Hendra dan “pola”nya sudah jadi obrolan lintas warung. Ada yang mengaku pernah menyaksikan ia mendapatkan kombinasi besar hanya beberapa menit setelah mulai. Ada juga yang bilang semua itu cuma kebetulan. Tapi seperti halnya cerita-cerita yang terus diulang, lama-lama yang mendengar pun mulai percaya.
Hendra tidak terlalu peduli. Baginya, permainan ini seperti laut. Kadang tenang, kadang gelombang besar datang tanpa peringatan. Dan ia cuma ingin siap ketika ombak itu tiba.